Untuk menjalin sebuah relasi yang tulus, memaafkan
atau mengampuni merupakan suatu pengorbanan diri untuk menerima seseorang
menjadi sahabat, teman dan saudara. Ini, Tidak hanya sebatas menjalin suatu
relasi, tetapi ini, adalah cara untuk membebaskan diri dari belenggu kehancuran
jiwa dibawa hasutan pengalaman dan sejarah hidup yang pahit.
Memaafkan adalah sebuah mimpi yang ideal bagi setiap
individu dalam berelasi, namun faktanya sangat sulit di realisasikan dan tak
mudah seseorang memaafkan sesamanya. Ini bisa dipahami, karena mungkin ada
latar belakang sejarah serta pengalaman hidup yang pahit hingga membuat
seseorang terluka, teraniaya, shok, trauma, hingga mengakibatkan adanya dendam,
benci, amarah, dan lain-lain.
Perasaan – perasaan di atas, hanya membuat kita semakin
tertindas, terhimpit, serta terbelenggu oleh kekuasaan yang membuat kita
semakin hancur dan terlarut didalam kesengsaraan jiwa. Bagaimana tidak, semakin
kita memikirkannya semakin bertambah pula kesengsaraan jiwa, sakit hati, hingga
membawa kita kepada sebuah level yang lebih parah yaitu depresi.
Perasaan-perasaan ini juga, menjadikan manusia menjadi
hamba dari pikirannya sendiri dan terbelenggu oleh ide-ide negatif. Ide-ide ini
diibaratkan pisau yang digunakan untuk menikam secara perlahan- lahan, hati,
perasaan dan jiwa kita. Karena semakin dipikirkan kejadian yang pahit, semakin
pula kita menikam diri ini. Dengan demikian, perasaan-perasaan tersebut di atas
merupakan racun bagi jiwa dan raga, yang perlahan demi perlahan membawa kita
kepada kematian.
Memaafkan merupakan langkah awal dari kebebasan diri
seseorang. Ini adalah terapi untuk kebebasan jiwa dan raga. Memaafkan berarti
membuka belenggu jiwa, karena melupakan dendam, benci, amarah, murka. Ini
adalah cara menghindarkan diri dari pikiran- pikiran yang membuat kita teriris,
terluka, tersayat oleh kejadian-kejadian, situasi-situasi,
pengalaman-pengalaman dalam hidup. Memaafkan adalah obat penawar bagi jiwa, karena
memberi ketenangan, keceriaan, kebebasan, sehingga seseorang merasa lebih
bahagia, terbuka, dan bebas beraksi dan berelasi dengan siapapun.
Orang yang bebas adalah mereka yang tidak merasa
takut, minder, ragu, kaku, merasa kecil dihadapan orang lain, karena kebebasan
yang sejati lahir dari bebasnya kehendak hati; karena walaupun kita bebas
secara ragawi, namun hati kita masih terbelenggu oleh dendam, benci dan
lain-lain di hati, berarti kita belum bebas secara total, sebaliknya, yang walaupun
raga ini terbelenggu, namun hati kita bebas, berarti kita menjadi orang yang
benar-benar bebas, karena kebebasan sejati tidak memiliki batas, ruang dan
waktu.
Jadi, untuk menjadi bebas, pertama kita harus
memaafkan diri kita sendiri, karena dirikitalah sendiri yang kadang-kadang
membuat kita terbelenggu. Kedua, kepada sesama yang telah hidup bersama kita
dan masuk didalam sejarah hidup kita, dimana mereka telah menulis, mengukir dan
menempel sejarah pahitnya kehidupan kita. Dan apabila maaf ini kita berika
dengan hati yang tulus, maka proses terapi jiwa dan raga semakin cepat. Dengan
demikian, marilah kita saling memaafkan, agar kita bisa menjadi orang yang
benar-benar bebas.
Salam
Damai Tuhan bersamamu.
Fray Patrisius Frans
Komentar
Posting Komentar