I: BUMI MENGUCURKAN AIR MATA, MANUSIA VS MANUSIA
Kesalapahaman sebuah
filosofi tentang kehidupan, tentang cinta, tentang kemurahan hati, tentang
belaskasih, tentang amal baik, tentang persaudaraan, tentang damai, tentang keharmonisan
dan lain sebagainya, telah membawa malapetaka bagi relasi manusia. Memang
terlihat begitu menggiurkan tawarannya, karena rupanya bisa membantu untuk
memajukan perkembangan manusia didalam menjalin relasi dengan yang maha kuasa,
dengan sesama, dan dengan semua ciptaan yang berada di sekitarnya, namun
sayangnya, lebih pada membangun, malah merusak harmonisnya persatuan dengan
ciptaan disekitarnya.
Keharmonisan di
antara manusia dan segala ciptaan yang ada di dunia ini, merupakan usaha yang di
bangun oleh para guru -guru kehidupan dengan kerja keras, pengorbanan hingga
menumpahkan darah demi persatuan, kedamaian, keadilan, namun, seiring
berjalannya hari dan tahun hingga pada hari ini, semua usaha-usaha ini, sedikit
demi sedikit, luntur dan terhempas oleh aliran-aliran dari keegoisan,
keangkuhan, dan kesombongan dari mereka yang menamakan diri sebagai sang dewa.
Sangat menyedihkan
hidup di dunia yang berdarah, remuk, tersiksa karena menderita hingga menjerit
kesakitan dan memohon keadilan Ilahi atas sadisnya pembunuhan, pelanggaran HAM,
aborsi, pelacuran, ketidak adilan, diskriminasi, penipuan, korupsi, peperangan
dan lain sebagainya…. Juga kita hidup di dunia yang talah remuk oleh karena
penyalagunaan kekuasaan dalam mengeksplotsi bahan-bahan alami, pembakaran hutan
liar, exterminasi hewan-hewan, dan yang lebih kejam dan sadis, adanya
exterminasi ras manusia.
Homo Homini Lupus,
sebuah kalimat dari seorang filsuf yang bernama Thomas Hobbes, membuka mata
kita betapa kejamnya mahkluk yang tergolong sebagai hewan berakal budi, yang
menyerang dan membasmi rasnya sendiri dan semua ciptaan oleh karena keegoisan.
“manusia adalah serigala bagi manusia yang lain”, pernyataan sang filsuf ini, adalah
sebuah realita yang sedang terjadi di dunia saat ini, karena manusia telah
berubah menjadi binatang buas untuk memangsa sesamanya. Dengan demikian, ini
bisa dikatakan bahwa, telah terjadinya degradasi harkat dan martabat manusia,
serta hilangnya kehormatan sebagai mahkluk yang paling di kasihi oleh sang
pencipta.
Manusia tak lagi
menghargai nilai-nilai kehidupan, maka dari itu, iapun tak memiliki rasa iba,
rasa belas kasih, apa lagi cinta kasih yang membuatnya kehilangan arah dan
tenggelam di dalam lautan darah di dunia yang tak di hargai; iapun mengambara
di bumi yang telah terlupakan tampa arah dan harapan. Semua ini adalah sebuah
konsekuensi dari sebuah keputusan yang lebih memilih hidup dalam keegoisan,
keangkuhan, dan kesombongan serta hanya memuaskan kehausan akan darah dengan
membunuh sesamanya, menyayat korbannya, dan lain sebagainya.
Banyak cara,
alasan atau motif agar manusia saling menyakiti dan saling membunuh. Di
antaranya: motif agama, politik, ekomoni, budaya, ras, dll…. Semuanya ini lahir
dari kemunafikan yang dilakukan oleh mereka –mereka yang ingin mengontrol dunia
ini, dengan cara mengadudomba sesamanya,
dengan menggunakan kekuasaan dan kekayaann yang merupakan hasil pemerasan dan
curian agar terjadinya perpecahan dan penumpahan darah. Dan yang sangat
memprihatinkan, kita semua diibaratkan sebagai domba-domba yang mengikuti
gembalanya, yang seenaknya saja mengangkat senjata dan saling membunuh satu
sama lain, bagaikan kitalah empunya kehidupan.
Marilah kita bertanya;
dimanakah nilai-nilai kehidupan yang telah dipelajari dan menjadi benteng kehidupan
kita? kemanakah mereka yang berkobar-kobar memperjuangkan hak-hak asasi, yang
katanya memiliki mata, namun tidak melihat, memiliki mulut tetapi tak
berbicara? Mungkinkah mereka telah berubah menjadi patung yang kehadirannya
hanyalah sebuah lambang belaka,yang sebenarnya mati ketakutan kerena diancam
dan di aniaya?
Dunia ini,
membutuhkan sosok manusia-manusia seperti Yohanes Paulus II, Nelson Mandela,
Gandhi, Martín Luther King, Ibu Teresa dari Kalkuta. inilah pahlawan-pahlawan,
yang telah berjasa di masa hidupnya, yang berbicara tidak saja dengan
bahasa-bahasa manis dan rayuan, melainkan dengan kerja keras dan kesaksian
hidup; yang walaupun tersiksa dan terancam dibunuh, mereka tetap tegar karena memiliki
jiwa kasatria.
Pertanyaannya
adalah: apakah kita tidak lagi memiliki harga diri serta kekuatan untuk bertarung
demi menikmati hidup dengan kebebasan dan kedamaian? Dan mengapa kamu hanya terdiam dengan situasi seperti
ini? Apakah kamu telah menjadi salah satu dari grup-grup perusak ini?
Marilah mengintrospeksi diri, angkatlah kepalamu, dan
beraksi bagaikan seorang beriman, demi keadilan dan kebenaran.
Patrisius Frans
Komentar
Posting Komentar